SINOPSIS
Judul : Pengendalian Hama pada Tanaman Padi
Oleh Darwin Rauf. S.ST
A.
Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi (Sundep/Beluk)
Seperti kita ketahui tanaman padi saat musim
kemarau sangat rentan terhadap serangan hama penggerek batang. Hal ini disebabkan
karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembangnya populasi hama
penggerek batang ini. Perkembangan hama penggerek batang ini akan semakin pesat
ketika didukung oleh cuaca yang panas dan kondisi air yang tergenang.
Kalau kita perhatikan sebenarnya serangan hama
penggerek batang ini sudah mulai saat tanaman padi berada di pesemaian. Tetapi
saat di pesemaian belum menunjukkan gejala yang jelas sehingga petani kurang
waspada terhadap hama tersebut.
Telur, larva dan pupa yang berada dipesemaian
akan terbawa ke pertanaman padi dan akan menunjukkan gejala ambles/tanaman
mati/tanaman hilang saat tanaman umur 15-30 hari. Hal ini dicirikan dengan
tanaman padi yang busuk dan mati, anakan semakin sedikit, bahkan tanaman padi
bisa hilang ketika umur muda. Saat tanaman padi umur 30- 45 gejala ditunjukkan
dengan menguningnya daun muda tanaman padi (kadang layu/menggulung) dan mudah
dicabut (sundep). Gejala ini akan berlanjut ketika tanaman memasuki vase
generatif dengan gejala adanya malai tanaman padi yang tegak dan mudah dicabut
karena bulirnya tidak berisi (beluk).
Ada beberapa
cara Pengendalian Hama Penggerek Batang Secara Terpadu yang dilakukan Pada
Daerah Serangan Endemik
1) Pengaturan Pola Tanam
§ Tanam serentak untuk membatasi sumber makanan bagi penggerek batang padi
§ Rotasi tanaman padi dengan tanaman bukan padi untuk memutus siklus hidup
hama
§ Pengaturan waktu tanam yaitu berdasarkan penerbangan ngengat atau populasi
larva di tunggul padi 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi pertamaü
dan atau 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi berikutnya.
2) Pengendalian Secara
Mekanik dan Fisik
§ Mekanik
yaitu dengan mengumpulkan kelompok telur di persemaian dan di pertanaman
§ Fisik yaitu
dengan penyabutan tanaman serendah mungkin dan penggenangan air setinggi 10 cm
agar jerami atau pangkal jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati
3) Pengendalian Hayati
Pemanfaatan
musuh alami parasitoid : Trichogramma japonicum: dosis 20 pias/ha (1 pias =
2000-2500 telur terparasit) sejak awal pertanaman)
4) Pengendalian Secara
Kimiawi
§ Dilakukan pada saat 4 hari setelah ada penerbangan ngengat atau intensitas
serangan rata-rata > 5% sundep.
§ Insektisida butiran di persemaian dilakukan jika disekitar pertanaman ada
lahan yang sedang atau menjelang panen pada satu hari sebelum tanam dengan
dosis 2 gram insektisida granule/m2 [800 gram/400 m2 (luas persemaian)
§ Pada pertanaman stadium vegetatif dianjurkan menggunakan insektisida
butiran berbahan aktif : Carbofurant (Sidafur 3GR), Carbosulfan (Sidaron), dosis 20
kg insektisida granule/ha
§ Disemprot dengan insektisida berbahan aktif seperti Dimehipo (Sidatan), Amitraz
(Mitac), Fipronil (Fipros).
Adapun cara
pengendalian terhadap hama penggerek batang ini bisa dilakukan pada saat
persemaian. Karena serangan hama penggerek
batang ini dimulai sejak di persemaian maka kita pun dalam mengendalikan hama
ini harus dimulai dari pesemaian. Memang cara ini instan dan sedikit
bertentangan dengan konsep Pengendalian Hama secara Terpadu, tapi apa boleh
buat. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah:
§ Gunakan benih padi yang tahan terhadap serangan hama ini (misal:
cipunegara, cisokan, situbagendit,
ciherang dan IR 64)
§ Penerapan kultur tehnis (tanam serentak) jerami dipotong pendek atau
dibakar, pemberian N yang tidak berlebihan, pergiliran tanaman, membenamkan
tunggak.
§ Aplikasi seedtreatmen pada benih sebelum tanam
§ Saat persemaian umur 5 hari
aplikasikan insektisida granule (Sidafur
atau furadan)
§ Ketika pesemaian berumur 18 hari dan siap tanam semprot dengan insektisida
(Sidatan, regent, dll)
§ Saat aplikasi pemupukan dasar/pertama campur dengan insektisida granule
sesuai dengan dosis rekomendasi. Disarankan pakai regent atau wingran saja
karena lebih ramah lingkungan.
§ Ketika tanaman padi berumur 20 dan 40 hst semprot dengan insektisida
pengendali hama penggerek batang (Sidatan,
regent, dll)
§ Dengan menggabungkan cara pengendalian tersebut diharapkan akan mempersempit ruang hidup bagi hama penggerek batang pada tanaman padi
kita. Yang perlu diperhatikan adalah dalam menggunakan insektisida hendaknya
yang selektif, gunakan insektisida yang benar-benar direkomendasikan untuk
mengendalikan hama penggerek batang pada tanaman padi. Selain itu dalam
menggunakannya juga harus sesuai dengan dosis dan konsentrasi anjuran.
Pengendalian
hama keong mas, umumnya para petani memilih menggunakan moluskisida sintesis
yang berharga mahal, berspektrum luas, dan mengganggu organisme nontarget dan
juga manusia untuk mengendalikan hama keong mas. Dalam kaitannya dengan
pengendalian keong mas, cara-cara yang lebih aman, seperti halnya secara fisik
(penggunaan saringan), mekanis (pengambilan langsung) maupun secara biologis
(pemberian tanaman yang tidak disukai di saluran-saluran, penggembalaan itik,
penanaman bibit yang cukup kuat/tua, dll) lebih direkomendasikan. Ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan untuk mengendalikan keong mas.
1.
Pengambilan keong mas secara langsung dengan tangan
dari sawah pada pagi dan sore hari ketika keong dalam keadaan aktif dan mudah
diambil.
2.
Menggunakan tumbuhan yang mengandung racun bagi keong
mas. Misalnya daun sembung ( Blumea balsamifera ), dan lainnya.
3.
Menggunakan atraktan seperti daun talas ( Cococasia
esculenta ), daun pisang ( Musa paradisiaca ), daun pepaya ( Carica
papaya ), dan lainnya.
4.
Dibuatkan saluran kecil (sedikitnya lebar 25
centimeter, dan dalamnya 5 centimeter) sepanjang tepi sawah yang berfungsi
untuk penjebakan terhadap keong mas, di mana keong mas akan pindah ke dalam
saluran tersebut, jika permukaan air berkurang dan dapat dilakukan pengumpulan.
5.
Meletakkan kawat kasa atau anyaman bambu pada
pemasukan dan pengeluaran air utama, untuk mencegah masuknya keong mas kecil
dan dewasa. Cara ini juga untuk mengambil keong mas yang terperangkap.
6.
Pagar plastik dapat digunakan untuk mencegah masuknya
keong mas ke dalam areal persawahan.
7.
Batu tohor sebanyak 50-100 kg/ha dapat ditebarkan pada
lahan persawahan untuk mengurangi dan mematikan keong mas.
8.
Jika keong mas merupakan masalah yang besar, kita
menanam padi yang berumur 25-30 hari setelah tanam. Di persawahan yang berada
di dataran tinggi digunakan bibit yang berumur 30 sampai 35 hari setelah tebar
yang berumur panjang.
9.
Menancapkan ajir bambu sebagai perangkap telur di
sawah yang selalu tergenang atau pada saluran pengairan untuk menarik keong mas
dewasa bertelur.
10. Mempertahankan
air agar tidak terlalu tinggi (2-3 centimeter) mulai 3 hari tanam
11. Mengeringkan
sawah berkali-kali untuk mengurangi aktivitas perpindahan dan perusakan. Jika
petani menanam dengan sistem tanam pindah, maka 15 hari setelah tanam pindah,
sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian ( flash
flood intermitten irrigation ).
12. Mempergunakan
varietas yang beranak banyak dan kurang disukai keong mas seperti PSB, Rc36,
Rc38, Rc40, dan Rc 68.
13. Beberapa
predator keong mas adalah burung dan itik, kura-kura, ikan serta insekta.
Penggembalaan itik di lahan persawahan, merupakan pengendalian yang efektif,
dengan tanpa merusak padi yang telah ditanam.
C.
HAMA
WERENG COKLAT
Pengendalian
hama wereng cokelat dapat dilakukan dengan mengganti pola bercocok tanam,
memilih varietas tahan hama, pengendalian biologi, dan penggunaan pestisida.
Cara bercocok tanam yang dianjurkan adalah tanam serentak dalam satu wilayah,
pergiliran tanaman, penggunaan varietas tahan dan sanitasi. Pada daerah yang
kekurangan air dan bertanam padi hanya dapat dilakukan satu kali yaitu pada
musim hujan, maka pergiliran tanaman dapat berjalan dengan sendirinya. Pada
musim hujan sebaiknya ditanam varietas tahan terhadap wereng coklat, seperti
Mekongga, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 13. Selanjutnya pengaturan
jarak tanam, yaitu tanaman ditanam dalam barisan yang teratur dengan jarak
tanam sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat agar dapat yang dianjurkan
untuk memperlancar gerakan angin dan cahaya matahari masuk ke dalam pertanaman.
Musuh alami
yang dapat mengendalikan hama wereng coklat adalah parasitoid, predator dan
pathogen. Parasitoid telur seperti Anagrus flaveolus waterhouse, A. Optabilis
Perkins, A. Perforator Perkins, Mymar tabrobanicum, Polynema spp., Olygosita,
spp., dan Gonatocerus spp. Parasitoid ini dapat memparasitasi telur wereng
coklat 45- 87%. Parasitoid nimfa dan wereng dewasa seperti Elenchus, spp., dan
Haplogonatopus orientalis. Predator wereng coklat seperti Cytorrhinus
lividivennis, Microvelia douglasi, Ophionea indica, dan Paedorus fuscipes,
laba-laba Lycosa pseudoannulata (Wolf spider), Tetragnatha sp. (four spider),
Clubiona javonicola (sack spider), Araneus inustus (orb spider), Calitrichia
formosana, Oxyopes javanus, dan Argiope catenulata.
Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana
akan menyebabkan permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang
mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya
resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Resistensi terhadap
insektisida bisa terjadi kalau digunakan jenis Insektisida yang lama (bahan
aktif sama atau kelompok senyawa yang sama) secara terus-menerus, terutama
dosis yang digunakan tidak tepat (dosis sublethal). Pada populasi serangga di
alam terjadi keragaman genetik antara individu - individunya. Ada individu yang
tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan
jenis insektisida yang sama secara terus menerus maka individu yang ada dalam
populasi tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan. Apabila serangga
tersebut berkembangbiak dan masih digunakan insektisida yang sama dengan dosis
yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin banyak demikian
seterusnya.
Beberapa
jenis pestisida yang dapat digunakan pada saat ini diantaranya adalah yang
berbahan aktif: Fipronil, Tiamektosam, dan Imidakloprid. Penggaruh penggunaan
insektisida yang tidak tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat
mengakibatkan resistensi, resurjensi dan kematian musuh alami. Oleh karena itu
sebelum dilakukan pengendalian insektisida, harus dilakukan monitoring secara
dini.
D.
Hama
Walang Sangit
Walang sangit
(Leptocorisa oratorius) merupakan hama utama pada padi yang menyerang
dengan cara menghisap cairan bulir padi pada fase masak susu. Kerusakan yang
ditimbulkan walang sangit menyebabkan bulir gabah menjadi hampa beras berubah
warna dan mengapur. Fase tanaman padi yang rentan terserang hama walang sangit
adalah saat tanaman padi mulai keluar malai sampai fase masak susu. ada hal
yang perlu diperhatikan tentang hama walang sangit ini, yaitu bahwa hama ini
memakan inangnya dengan cara menghisap. Walang sangit menjadi hama pada
tanaman padi ketika dia menghisap cairan yang berada di bulir padi. Oleh karena
itu walang sangit akan menjadi hama ketika menyerang padi yang telah mulai
masuk pada fase pengisian bulir. Lebih jelasnya bahwa walaupun ada walang
sangit pada tanaman padi kita tetapi jika tanaman padi tersebut tidak dalam
fase pengisian bulir maka walang sangit tersebut bukanlah hama dan tidak perlu
kita kendalikan.
Cara menyerang
1.
Aktif pada pagi dan sore hari
2.
Menyerang bulir pada saat masak susu.
3.
Menyerang dengan cara menusuk dan menghisap cairan bulir sehingga bulir menjadi
hampa atau separuh hampa.
4.
Apabila merasa terganggu atau dalam bahaya akan mengeluarkan bau yang tidak
sedap untuk mempertahankan diri.
Gejala
serangan
1. Fase
padi yg rentan adalah mulai keluarnya malai hingga masak susu.
2. Ada
bekas tusukan berupa bintik berwarna abu-abu kekuning-kuningan
3. Disekeliling
bekas tusukan lama kelamaan berubah berwarna coklat.
4. Kerusakan
yg terjadi ialah gabah menjadi hampa, beras berubah warna dan mengapur.
5. Terdapat
5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan merugikan hasil sebesar
15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan mengurangi hasil sampai 25%.
Pengendalian
walang sangit
1. Membersihkan
gulma pada pematang, pertanaman, dan di sekeliling tanaman padi, karena walang
sangit datang di pertanaman sebelum tanaman padi berbunga dan hidup pada gulma
2. Memasang
perangkap dengan menggunakan yuyu (kepiting sungai) yang dihancurkan kemudian
dioleskan pada kain dan direntangkan di pertanaman, setelah berkumpul di kain
kemudian disemprot dengan insektisida.
3. Menggunakan
insektisida hayati Beauveria Bassiana.
4. Menggunakan
insektisida kimia (dengan bahan aktif yang dianjurkan) bila populasi sudah
mencapai ambang ekonomi yaitu 10 ekor/20 rumpun.
E.
Pengendalian
Hama Tikus
Kehilangan
produksi akibat serangan hama tikus umumnya berada paling atas dibandingkan
hama – hama lain pada pertanaman padi. Serangan hama tikus selalu terjadi
berulang dalam kurun waktu tertentu.
Ciri – ciri,
daur hidup dan kebiasaan tikus sawah adalah sebagai berikut :
1.
Aktif di malam hari, tidak tahan terhadap panas, lebih
tahan terhadap air
2.
Suka makan makanan berkarbohidrat, suka tempat
bersemak, berbatu dan berair ( di temui banyak lubang yang memungkinkan untuk
ditinggali )
3.
Mampu mencari makan sampai dengan radius ± 1 km dan memiliki
kemampuan untuk berenang sampai sejauh 1,5 km
4.
Dalam satu tahun tikus betina mampu melahirkan sampai
4 kali
5.
Tikus dewasa siap berkembang biak pada umur 2 bulan
sedangkan kelahiran dimulai pada umur 3 bulan dengan jumlah anak rata – rata 8
ekor / induk / kelahiran
6.
Sehari setelah melahirkan tikus sudah siap kawin lagi
7.
Anak tikus sudah menjadi hama pada umur 3 minggu
Agar pengendalian tikus berhasil perlu diterapkan konsep pengendalian hama secara terpadu meliputi :
Agar pengendalian tikus berhasil perlu diterapkan konsep pengendalian hama secara terpadu meliputi :
1.
ekologi,Ø penerapan pola tanam, panen
serentak dan sanitasi lingkungan
2.
non ekologi, penggunaan bahan kimia seperti pemasangan
umpan beracun, fumigasi / pengasapan / pengemposan dan gropyokan
3.
pengamatan untuk melakukan pengendalian dini,
pengamatan populasi pada saat bero serta pengamatan serangan dini dalam
pertanaman
Cara – cara pengendalian tikus :
Cara – cara pengendalian tikus :
4.
keadaan bero, tikus tidak bermukim di sawah tetapi di
tempat yang aman dari jangkauan manusia. Untuk mempertahankan hidupnya tikus
mencari makan dalam jangkauan yang jauh dari tempat tinggalnya karena itu
tindakan yang tepat adalah dengan memasang umpan di jalur yang biasa dilalui
tikus dan di tempat tinggalnya
5.
keadaan persemaian, tikus akan mencari makan di
persemaian tersebut. Tindakan yang tepat adalah dengan memasang umpan beracun
di luar persemaian yang diikuti dengan tindakan sanitasi / membersihkan
lingkungan yang diduga menjadi tempat tinggal tikus
keadaan tanaman muda / vegetatif, tikus dalam merusak tanaman memilikiØ dua tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dan menekan pertumbuhan giginya yang terus memanjang. Pemasangan umpan masih efektif dengan diikuti tindakan sanitasi.-
keadaan tanaman muda / vegetatif, tikus dalam merusak tanaman memilikiØ dua tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dan menekan pertumbuhan giginya yang terus memanjang. Pemasangan umpan masih efektif dengan diikuti tindakan sanitasi.-
6.
Keadaan padi berbunga, banyak tikus yang kawin karena
persedian panganØ yang cukup.
Tikus bermukim di lingkungan persawahan membuat lubang untuk mempersiapkan
kelahiran dan mendekatkan dengan sumber bahan makanan di sawah. Tindakan yang
tepat adalah fumigasi / pengemposan dan sanitasi karena akan menggelisahkan
tikus sehingga berpengaruh pada perkawinan dan kelahiran anak – anaknya.
7.
Tiga sampai lima hari setelah panen, tikus masih
tinggal di pematang /Ø galengan
sawah sambil mengunggui anak – anaknya dengan memakan cadangan makanan yang
dikumpulkan di liangnya. Tindakan yang efektif adalah dengan melakukan
gropyokan secara massal dengan membongkar liang – liang tikus sekaligus
sanitasi lingkungan sekitarnya.
Bogor, .......................... 2015
Peserta Diklat Alih Kelompok
DARWIN
RAUF. S.ST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar