Kamis, 22 Oktober 2015

SINOPSIS Judul : Pengendalian Hama pada Tanaman Padi Oleh Darwin Rauf. S.ST



SINOPSIS
Judul  : Pengendalian Hama pada Tanaman Padi
Oleh Darwin Rauf. S.ST

A.    Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi (Sundep/Beluk)
Seperti kita ketahui tanaman padi saat musim kemarau sangat rentan terhadap serangan hama penggerek batang. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembangnya populasi hama penggerek batang ini. Perkembangan hama penggerek batang ini akan semakin pesat ketika didukung oleh cuaca yang panas dan kondisi air yang tergenang.
Kalau kita perhatikan sebenarnya serangan hama penggerek batang ini sudah mulai saat tanaman padi berada di pesemaian. Tetapi saat di pesemaian belum menunjukkan gejala yang jelas sehingga petani kurang waspada terhadap hama tersebut. 
Telur, larva dan pupa yang berada dipesemaian akan terbawa ke pertanaman padi dan akan menunjukkan gejala ambles/tanaman mati/tanaman hilang saat tanaman umur 15-30 hari. Hal ini dicirikan dengan tanaman padi yang busuk dan mati, anakan semakin sedikit, bahkan tanaman padi bisa hilang ketika umur muda. Saat tanaman padi umur 30- 45 gejala ditunjukkan dengan menguningnya daun muda tanaman padi (kadang layu/menggulung) dan mudah dicabut (sundep). Gejala ini akan berlanjut ketika tanaman memasuki vase generatif dengan gejala adanya malai tanaman padi yang tegak dan mudah dicabut karena bulirnya tidak berisi (beluk).
Ada beberapa cara Pengendalian Hama Penggerek Batang Secara Terpadu yang dilakukan Pada Daerah Serangan Endemik
1)         Pengaturan Pola Tanam
§  Tanam serentak untuk membatasi sumber makanan bagi penggerek batang padi
§  Rotasi tanaman padi dengan tanaman bukan padi untuk memutus siklus hidup hama
§  Pengaturan waktu tanam yaitu berdasarkan penerbangan ngengat atau populasi larva di tunggul padi 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi pertamaü dan atau 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi berikutnya.
2)         Pengendalian Secara Mekanik dan Fisik
§  Mekanik yaitu dengan mengumpulkan kelompok telur di persemaian dan di pertanaman
§  Fisik yaitu dengan penyabutan tanaman serendah mungkin dan penggenangan air setinggi 10 cm agar jerami atau pangkal jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati
3)         Pengendalian Hayati
Pemanfaatan musuh alami parasitoid : Trichogramma japonicum: dosis 20 pias/ha (1 pias = 2000-2500 telur terparasit) sejak awal pertanaman)
4)         Pengendalian Secara Kimiawi
§  Dilakukan pada saat 4 hari setelah ada penerbangan ngengat atau intensitas serangan rata-rata > 5% sundep.
§  Insektisida butiran di persemaian dilakukan jika disekitar pertanaman ada lahan yang sedang atau menjelang panen pada satu hari sebelum tanam dengan dosis 2 gram insektisida granule/m2 [800 gram/400 m2 (luas persemaian)
§  Pada pertanaman stadium vegetatif dianjurkan menggunakan insektisida butiran berbahan aktif : Carbofurant (Sidafur 3GR), Carbosulfan (Sidaron), dosis 20 kg insektisida granule/ha
§  Disemprot dengan insektisida berbahan aktif seperti Dimehipo (Sidatan), Amitraz (Mitac), Fipronil (Fipros).
Adapun cara pengendalian terhadap hama penggerek batang ini bisa dilakukan pada saat persemaian. Karena serangan hama penggerek batang ini dimulai sejak di persemaian maka kita pun dalam mengendalikan hama ini harus dimulai dari pesemaian. Memang cara ini instan dan sedikit bertentangan dengan konsep Pengendalian Hama secara Terpadu, tapi apa boleh buat. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah:
§  Gunakan benih padi yang tahan terhadap serangan hama ini (misal: cipunegara, cisokan, situbagendit, ciherang dan IR 64)
§  Penerapan kultur tehnis (tanam serentak) jerami dipotong pendek atau dibakar, pemberian N yang tidak berlebihan, pergiliran tanaman, membenamkan tunggak.
§  Aplikasi seedtreatmen pada benih sebelum tanam
§  Saat persemaian umur 5 hari aplikasikan insektisida granule (Sidafur atau furadan)
§  Ketika pesemaian berumur 18 hari dan siap tanam semprot dengan insektisida (Sidatan, regent, dll)
§  Saat aplikasi pemupukan dasar/pertama campur dengan insektisida granule sesuai dengan dosis rekomendasi. Disarankan pakai regent atau wingran saja karena lebih ramah lingkungan.
§  Ketika tanaman padi berumur 20 dan 40 hst semprot dengan insektisida pengendali hama penggerek batang (Sidatan, regent, dll)
§  Dengan menggabungkan cara pengendalian tersebut diharapkan akan mempersempit ruang hidup bagi hama penggerek batang pada tanaman padi kita. Yang perlu diperhatikan adalah dalam menggunakan insektisida hendaknya yang selektif, gunakan insektisida yang benar-benar direkomendasikan untuk mengendalikan hama penggerek batang pada tanaman padi. Selain itu dalam menggunakannya juga harus sesuai dengan dosis dan konsentrasi anjuran. 
Pengendalian hama keong mas, umumnya para petani memilih menggunakan moluskisida sintesis yang berharga mahal, berspektrum luas, dan mengganggu organisme nontarget dan juga manusia untuk mengendalikan hama keong mas. Dalam kaitannya dengan pengendalian keong mas, cara-cara yang lebih aman, seperti halnya secara fisik (penggunaan saringan), mekanis (pengambilan langsung) maupun secara biologis (pemberian tanaman yang tidak disukai di saluran-saluran, penggembalaan itik, penanaman bibit yang cukup kuat/tua, dll) lebih direkomendasikan. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengendalikan keong mas.
1.      Pengambilan keong mas secara langsung dengan tangan dari sawah pada pagi dan sore hari ketika keong dalam keadaan aktif dan mudah diambil.
2.      Menggunakan tumbuhan yang mengandung racun bagi keong mas. Misalnya daun sembung ( Blumea balsamifera ), dan lainnya.
3.      Menggunakan atraktan seperti daun talas ( Cococasia esculenta ), daun pisang ( Musa paradisiaca ), daun pepaya ( Carica papaya ), dan lainnya.
4.      Dibuatkan saluran kecil (sedikitnya lebar 25 centimeter, dan dalamnya 5 centimeter) sepanjang tepi sawah yang berfungsi untuk penjebakan terhadap keong mas, di mana keong mas akan pindah ke dalam saluran tersebut, jika permukaan air berkurang dan dapat dilakukan pengumpulan.
5.      Meletakkan kawat kasa atau anyaman bambu pada pemasukan dan pengeluaran air utama, untuk mencegah masuknya keong mas kecil dan dewasa. Cara ini juga untuk mengambil keong mas yang terperangkap.
6.      Pagar plastik dapat digunakan untuk mencegah masuknya keong mas ke dalam areal persawahan.
7.      Batu tohor sebanyak 50-100 kg/ha dapat ditebarkan pada lahan persawahan untuk mengurangi dan mematikan keong mas.
8.      Jika keong mas merupakan masalah yang besar, kita menanam padi yang berumur 25-30 hari setelah tanam. Di persawahan yang berada di dataran tinggi digunakan bibit yang berumur 30 sampai 35 hari setelah tebar yang berumur panjang.
9.      Menancapkan ajir bambu sebagai perangkap telur di sawah yang selalu tergenang atau pada saluran pengairan untuk menarik keong mas dewasa bertelur.
10.  Mempertahankan air agar tidak terlalu tinggi (2-3 centimeter) mulai 3 hari tanam
11.  Mengeringkan sawah berkali-kali untuk mengurangi aktivitas perpindahan dan perusakan. Jika petani menanam dengan sistem tanam pindah, maka 15 hari setelah tanam pindah, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian ( flash flood intermitten irrigation ).
12.  Mempergunakan varietas yang beranak banyak dan kurang disukai keong mas seperti PSB, Rc36, Rc38, Rc40, dan Rc 68.
13.  Beberapa predator keong mas adalah burung dan itik, kura-kura, ikan serta insekta. Penggembalaan itik di lahan persawahan, merupakan pengendalian yang efektif, dengan tanpa merusak padi yang telah ditanam.
C.    HAMA WERENG COKLAT
Pengendalian hama wereng cokelat dapat dilakukan dengan mengganti pola bercocok tanam, memilih varietas tahan hama, pengendalian biologi, dan penggunaan pestisida. Cara bercocok tanam yang dianjurkan adalah tanam serentak dalam satu wilayah, pergiliran tanaman, penggunaan varietas tahan dan sanitasi. Pada daerah yang kekurangan air dan bertanam padi hanya dapat dilakukan satu kali yaitu pada musim hujan, maka pergiliran tanaman dapat berjalan dengan sendirinya. Pada musim hujan sebaiknya ditanam varietas tahan terhadap wereng coklat, seperti Mekongga, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 13. Selanjutnya pengaturan jarak tanam, yaitu tanaman ditanam dalam barisan yang teratur dengan jarak tanam sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat agar dapat yang dianjurkan untuk memperlancar gerakan angin dan cahaya matahari masuk ke dalam pertanaman.
Musuh alami yang dapat mengendalikan hama wereng coklat adalah parasitoid, predator dan pathogen. Parasitoid telur seperti Anagrus flaveolus waterhouse, A. Optabilis Perkins, A. Perforator Perkins, Mymar tabrobanicum, Polynema spp., Olygosita, spp., dan Gonatocerus spp. Parasitoid ini dapat memparasitasi telur wereng coklat 45- 87%. Parasitoid nimfa dan wereng dewasa seperti Elenchus, spp., dan Haplogonatopus orientalis. Predator wereng coklat seperti Cytorrhinus lividivennis, Microvelia douglasi, Ophionea indica, dan Paedorus fuscipes, laba-laba Lycosa pseudoannulata (Wolf spider), Tetragnatha sp. (four spider), Clubiona javonicola (sack spider), Araneus inustus (orb spider), Calitrichia formosana, Oxyopes javanus, dan Argiope catenulata.
 Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Resistensi terhadap insektisida bisa terjadi kalau digunakan jenis Insektisida yang lama (bahan aktif sama atau kelompok senyawa yang sama) secara terus-menerus, terutama dosis yang digunakan tidak tepat (dosis sublethal). Pada populasi serangga di alam terjadi keragaman genetik antara individu - individunya. Ada individu yang tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan jenis insektisida yang sama secara terus menerus maka individu yang ada dalam populasi tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan. Apabila serangga tersebut berkembangbiak dan masih digunakan insektisida yang sama dengan dosis yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin banyak demikian seterusnya.
Beberapa jenis pestisida yang dapat digunakan pada saat ini diantaranya adalah yang berbahan aktif: Fipronil, Tiamektosam, dan Imidakloprid. Penggaruh penggunaan insektisida yang tidak tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat mengakibatkan resistensi, resurjensi dan kematian musuh alami. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengendalian insektisida, harus dilakukan monitoring secara dini.
D.    Hama Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan hama utama pada padi yang menyerang dengan cara menghisap cairan bulir padi pada fase masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit menyebabkan bulir gabah menjadi hampa beras berubah warna dan mengapur. Fase tanaman padi yang rentan terserang hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai keluar malai sampai fase masak susu. ada hal yang perlu diperhatikan tentang hama walang sangit ini, yaitu bahwa hama ini memakan inangnya dengan cara menghisap. Walang sangit  menjadi hama pada tanaman padi ketika dia menghisap cairan yang berada di bulir padi. Oleh karena itu walang sangit akan menjadi hama ketika menyerang padi yang telah mulai masuk pada fase pengisian bulir. Lebih jelasnya bahwa walaupun ada walang sangit pada tanaman padi kita tetapi jika tanaman padi tersebut tidak dalam fase pengisian bulir maka walang sangit tersebut bukanlah hama dan tidak perlu kita kendalikan.
Cara menyerang
1. Aktif pada pagi dan sore hari
2. Menyerang bulir pada saat masak susu.
3. Menyerang dengan cara menusuk dan menghisap cairan bulir sehingga bulir menjadi hampa atau separuh hampa.
4. Apabila merasa terganggu atau dalam bahaya akan mengeluarkan bau yang tidak sedap untuk mempertahankan diri.
 Gejala serangan
1.      Fase padi yg rentan adalah mulai keluarnya malai hingga masak susu.
2.      Ada bekas tusukan berupa bintik berwarna abu-abu kekuning-kuningan
3.      Disekeliling bekas tusukan lama kelamaan berubah berwarna coklat.
4.      Kerusakan yg terjadi ialah gabah menjadi hampa, beras berubah warna dan mengapur.
5.      Terdapat 5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan merugikan hasil sebesar 15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan mengurangi hasil sampai 25%.
 Pengendalian walang sangit
1.      Membersihkan gulma pada pematang, pertanaman, dan di sekeliling tanaman padi, karena walang sangit datang di pertanaman sebelum tanaman padi berbunga dan hidup pada gulma
2.      Memasang perangkap dengan menggunakan yuyu (kepiting sungai) yang dihancurkan kemudian dioleskan pada kain dan direntangkan di pertanaman, setelah berkumpul di kain kemudian disemprot dengan insektisida.
3.      Menggunakan insektisida hayati Beauveria Bassiana.
4.      Menggunakan insektisida kimia (dengan bahan aktif yang dianjurkan) bila populasi sudah mencapai ambang ekonomi yaitu 10 ekor/20 rumpun.
E.     Pengendalian Hama Tikus
Kehilangan produksi akibat serangan hama tikus umumnya berada paling atas dibandingkan hama – hama lain pada pertanaman padi. Serangan hama tikus selalu terjadi berulang dalam kurun waktu tertentu.

Ciri – ciri, daur hidup dan kebiasaan tikus sawah adalah sebagai berikut :
1.      Aktif di malam hari, tidak tahan terhadap panas, lebih tahan terhadap air
2.      Suka makan makanan berkarbohidrat, suka tempat bersemak, berbatu dan berair ( di temui banyak lubang yang memungkinkan untuk ditinggali )
3.      Mampu mencari makan sampai dengan radius ± 1 km dan memiliki kemampuan untuk berenang sampai sejauh 1,5 km
4.      Dalam satu tahun tikus betina mampu melahirkan sampai 4 kali
5.      Tikus dewasa siap berkembang biak pada umur 2 bulan sedangkan kelahiran dimulai pada umur 3 bulan dengan jumlah anak rata – rata 8 ekor / induk / kelahiran
6.      Sehari setelah melahirkan tikus sudah siap kawin lagi
7.      Anak tikus sudah menjadi hama pada umur 3 minggu

Agar pengendalian tikus berhasil perlu diterapkan konsep pengendalian hama secara terpadu meliputi :
1.      ekologi,Ø penerapan pola tanam, panen serentak dan sanitasi lingkungan
2.      non ekologi, penggunaan bahan kimia seperti pemasangan umpan beracun, fumigasi / pengasapan / pengemposan dan gropyokan
3.      pengamatan untuk melakukan pengendalian dini, pengamatan populasi pada saat bero serta pengamatan serangan dini dalam pertanaman
Cara – cara pengendalian tikus :
4.      keadaan bero, tikus tidak bermukim di sawah tetapi di tempat yang aman dari jangkauan manusia. Untuk mempertahankan hidupnya tikus mencari makan dalam jangkauan yang jauh dari tempat tinggalnya karena itu tindakan yang tepat adalah dengan memasang umpan di jalur yang biasa dilalui tikus dan di tempat tinggalnya
5.      keadaan persemaian, tikus akan mencari makan di persemaian tersebut. Tindakan yang tepat adalah dengan memasang umpan beracun di luar persemaian yang diikuti dengan tindakan sanitasi / membersihkan lingkungan yang diduga menjadi tempat tinggal tikus
 keadaan tanaman muda / vegetatif, tikus dalam merusak tanaman memiliki
Ø dua tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dan menekan pertumbuhan giginya yang terus memanjang. Pemasangan umpan masih efektif dengan diikuti tindakan sanitasi.-
6.      Keadaan padi berbunga, banyak tikus yang kawin karena persedian panganØ yang cukup. Tikus bermukim di lingkungan persawahan membuat lubang untuk mempersiapkan kelahiran dan mendekatkan dengan sumber bahan makanan di sawah. Tindakan yang tepat adalah fumigasi / pengemposan dan sanitasi karena akan menggelisahkan tikus sehingga berpengaruh pada perkawinan dan kelahiran anak – anaknya.
7.      Tiga sampai lima hari setelah panen, tikus masih tinggal di pematang /Ø galengan sawah sambil mengunggui anak – anaknya dengan memakan cadangan makanan yang dikumpulkan di liangnya. Tindakan yang efektif adalah dengan melakukan gropyokan secara massal dengan membongkar liang – liang tikus sekaligus sanitasi lingkungan sekitarnya.


Bogor, .......................... 2015
Peserta Diklat Alih Kelompok


DARWIN RAUF. S.ST

Tidak ada komentar:

Posting Komentar